Bergelimang Aktor Gemilang: Pertunjukan Drama Klasik Antigone dalam Kilas Balik | Berita Banjarmasin | Situs Berita Data & Referensi Warga Banjarmasin

Selasa, 05 Juli 2022

Bergelimang Aktor Gemilang: Pertunjukan Drama Klasik Antigone dalam Kilas Balik

BERITABANJARMASIN.COM - Bibit-bibit ketegangan telah melingkupi sejak adegan pertama. Serombongan orang--laki dan perempuan--berbusana sejenis himation (pakaian masa Yunani Kuno) bergerak ke tengah panggung. Langkah mereka teratur. Perlahan mereka merubung membentuk lingkaran sebelum kemudian menghambur.

Seorang perempuan berbalut gaun biru gelap chiton dan sampur jingga menjuntai ke tanah nongol tiba-tiba; bergerak ke sana kemari seraya diliputi semacam amarah menggugat. Ia adalah Antigone (diperankan amat apik oleh Rinesundhari), tokoh utama dalam drama klasik Sophokles ini.

Mula-mula ia mendamprat satu orang, kemudian berbicara kepada massa serupa berkhotbah. Lagaknya memang tak berlebihan, tapi ada semacam guntur dan kesedihan meledak secara bersamaan dalam dirinya. Adegan menjadi lebih dramatis saat Rine naik ke atas kursi singgasana. Lonceng berdentang sesekali. Sorot mata sebentar mencari sumber dentangan. Tata cahaya yang berubah-ubah menggiring suasana kelam. Sepintas kemudian Antigone mencekik lehernya dengan kedua belah tangan. Kita tahu, itu adalah simbol dari kematian Antigone sebab gantung diri di dalam gua tempat ia dihukum.
Haemon semula--berselubung kain hitam--bergeming di sudut tiba-tiba menyerobot ke tengah panggung. Ia bersimpuh di dekat kaki Antigone sambil menangis tersedu-sedu, tak sanggup menelan kesedihan atas kematian istrinya. Lantas ia menikam tubuhnya sendiri dengan pedang, tak lama setelah sang ayah Kreon masuk. Adegan yang seharusnya menjelang akhir itu menjadi pembuka pertunjukan berdurasi dua jam. Secara tak langsung disebut, pementasan ini menggunakan teknik foreshadowing atau peramalan--menampilkan kejadian di masa depan--sebagai kail bagi penonton mengikuti kilas balik cerita.

Di bawah arahan sutradara Edi Sutardi, drama Antigone dipentaskan di Gedung Balairung Sari Taman Budaya, Banjarmasin Utara, malam tadi, mendapat decak kagum penonton. Teks diangkat langsung dari naskah Antigone oleh Sophokles yang dialihbahasakan Dewan Kesenian Jakarta tahun 1974. Beberapa dari teks naskah terjemahan tersebut sedikit digubah untuk memperingkas durasi. "Semula panjang naskah 72 halaman, kemudian diedit menjadi 25 halaman saja," ujar Edi.

Antigone mengisahkan kehancuran dan malapetaka yang merundung negeri Thebes sepeninggal Oedipus. Dalam Antigone—lanjutan terakhir dari cerita Oedipus Rex yang pernah diterjemahkan Rendra—Kerajaan Thebes kini diperintah oleh Kreon. Tokoh inilah yang menggantikan Oedipus, sang raja yang telah menusuk matanya dan meninggalkan tahta sebagai hukuman atas dirinya sendiri.

Polyneices, salah seorang putera Oedipus, mati dalam perang saudara itu karena dituduh sebagai pengkhianat yang hendak merebut tahta. Jenazah yang telah dihinakan itu tidak boleh dikubur, tetapi Antigone sebagai adik kandung diam-diam memakamkannya secara khidmat. Akibatnya, Antigone dianggap pengkhianat pula dan Kreon kemudian menghukum perempuan muda itu dengan mengurungnya di sebuah gua.

"Dalam tafsir Kundera, baik Kreon—yang hendak menjaga ketertiban hukum Thebes—maupun Antigone, yang tergerak untuk melawan ketertiban itu karena hukum Kreon melawan rasa keadilan dan aturan dewa-dewa, tampil bukan sebagai Terang kontra Gelap. Keduanya bersalah, tapi juga tak bersalah. Yang penting ialah pengakuan, bahwa ada dosa di kedua belah sisi. Hanya dengan mengakui dosa itu, sebuah karakter menjadi karakter agung dan berbaik kembali pun jadi mungkin," tulis Goenawan Mohammad dalam Catatan Pinggir 7.

Terlepas dari konteks cerita, salah satu menarik perhatian ialah Fauzian Anshari saat memerankan Kreon. Tak dinyana ia lebih muda dari pemeran Antigone dan Haemon, tapi demi mendapat kesan seorang tua dan wibawa si penguasa Thebes, ia menekan timbre suara lebih dalam. Pembawaannya tersaji dari tubuh dan insting untuk menampilkan gairah dari tokoh Kreon yang merasa selalu benar. Hal itu bisa terlihat saat ia dengan sungguh-sungguh menampar Haemon (Bayu Bastari) setelah saling berdebat soal dihukum atau tidaknya Antigone. Beberapa penonton seketika menjerit lantaran kaget.

Lainnya ada Muhammad Rifky sebagai Kapitan, tokoh suruhan dari Kreon, dengan polah slebor dan lebih seperti berceloteh ketimbang memberi kabar tentang orang yang telah melanggar aturan kepada Kreon. Kurome Arijadi juga tak kalah saat memerankan Teiresias, peramal tua dan buta dari Thebes, meski terlampau tak terlalu menonjol. Kendati demikian, secara keseluruhan, ini adalah pementasan teater yang bergelimang aktor gemilang.

Tentu, kunci sukses pementasan ini juga tak bisa ditampik sebab campur tangan Edi Sutardi di belakangnya. Dia mengaku sudah membaca naskah Antigone sejak kuliah tahun 96, dan sempat pula digarap pada 2009 sebagai bagian dari ujian program Pendidikan Seni Tari di STKIP PGRI Banjarmasin.

"Latihannya cuma sebulan. Dengan dua puluh dua kali pertemuan, kurang lebih tiga jam sekali latihan," kata Edi.

Edi, 46 tahun, mulai menggeluti teater pada 1993. Sembilan tahun kemudian ia membuat kelompok Teater Matahari bersama Patrick Reynard, Sani Aditama, serta isterinya, Rinesundhari. Sejak itu ia telah mengarungi pelbagai pementasan di Indonesia, seperti Bunga dalam Mulut (Luigi Pirandello), Hari Terakhir Seorang Terpidana Mati (Victor Hugo), Juru Kunci (Rene Yves Duvalier), The Lover (Harold Pinter), dan berbagai pertunjukan monolog. Dalam kurun waktu empat tahun saja, Teater Matahari telah main di 25 kota di Indonesia sebanyak 40 kali pertunjukan. Tapi belakangan anggotanya dipunggungi hanya oleh ia dan sang isteri.

"Karena bagi saya, membuat pentas teater itu semacam panggilan, di mana saya menemukan hal yang esensial dalam hidup. Saya ingin membagikan itu."

 Antigone ini sendiri adalah pementasan dalam rentang waktu yang cukup jauh setelah terakhir 27 Desember 2019 dengan monolog Anzing --pertunjukan yang berlangsung sekitar 45 menit itu juga memperoleh decak kagum penonton. Antigone menurutnya memberikan segudang tawaran yang masih relevan jika dibawa ke masa sekarang. Ia bisa ditarik ke dalam konteks politik, hukum, kemanusiaan, agama maupun cinta. "Bagaimana bahwa kekuatan cinta mampu mengalahkan segalanya sampai putus hubungan dengan keluarga, dalam hal ini kematian. Bahkan jika kita ingin menjadikannya konteks permasalahan politis juga bisa. Antigone itu sebagai gambaran rakyat, dan Kreon sebagai penguasa."

Antigone juga pernah dipentaskan oleh Bengkel Teater Rendra pada tahun 1974 degan mempesona. Dengan rambut memutih, tulis Goenawan Mohammad dalam majalah Tempo , pipi menipis, raut menua tapi mata tetap ekspresif, Rendra muncul. Ia menggeram. Ia Kreon. Mungkin jika Rendra menjadi pembanding terhadap tolak ukur keberhasilan penampilan Fauzian sebagai Kreon, tentu tak bisa dibantah, masih belum cukup memuaskan.

Tapi kita mesti tahu; saat itu Rendra, tulis GM lagi, mencoba memelihara semangat rituil dari teater tragis ini, seperti konon begitulah Sophocles. Kreon tidak tampil dalam topeng seorang yang terjaring Nasib, tapi seorang tertuduh yang membela diri--dengan kecongkakan, ketakutan dan penyesalan yang terlihat dari parasnya.

"Sudah lama nggak main teater, jadi hafalan agak susah. Juga ini pertama kalinya saya membaca naskah klasik," kata Fauzian saat ditemui selepas pentas Antigone.

Bagaimanapun, pementasan ini menjadi ilustrasi cantik dan megah dari rentetan pementasan teater belakangan yang, disadari atau tidak, mulai lesu akibat pandemi, terutama di Banjarmasin.

Wahai, Para Wakil Rakyat Thebes, berlutut dan berdoa. Kami sebut kamu, wahai arwah nenek moyang. Kami sebut kamu, langit dan bumi. Kami sebut kamu, wahai Bachus, Dewata. Mereka, pemandu suara, melangkah perlahan membentuk formasi melingkar. Suara mereka menggema dengan tangan mendongak ke atas. Musik melankolis, entah dari mana, mengalun.  Serombongan lain berselubung kain hitam berjalan di keremangan panggung. Kreon memimpin di depan mereka. Sekelebat gelap dan terang kembali, Haemon tampak tergeletak begitu saja. Kreon menangis tersedu sedan mendekati sang anak, mengangkat kepalanya, tidak bisa menanggung kesedihan yang tak tertahankan. Kreon bersimpuh, mencoba teriak, namun tak kuasa. Ia masih penguasa, tapi ia juga tak kuasa. (musa/sip)

Posting Komentar

favourite category

...
test section describtion

Whatsapp Button works on Mobile Device only

close
pop up banner